Senin, 26 November 2012

BLACK METAL - PEMAHAMAN DENGAN BIJAK DAN LEBIH DEWASA

http://www.apakabardunia.com/2011/07/sejarah-perkembangan-setanisme-pemuja.html . Bila kita membaca ulang, di situ tertulis beberapa grup musik dan juga lagu-lagu yang mengarah kepada pemujaan setan.
Metal, atau yang lebih spesifik, Black Metal, digadai-gadai jadi genre musik yang secara gamblang merupakan bukti penganut satanisme.

Nah, kebetulan salah seorang rekan jurnalis yang menyelami seluk-beluk musik Black Metal serta pergerakan musisi “Bawah Tanah” dunia dan Indonesia (khususnya) memberi pemahaman yang lebih jelas soal musik tersebut.
Saya ingin membagikan tulisan Autumn Reaper atau Grimscorpse kepada teman-teman semua untuk membuka wawasan dan berharap, kita bisa memandang lebih jernih segala permasalahan.
Setiap subyek di dunia ini selalu punya dua sisi, hitam dan putih. Tentunya kita bisa menjadi manusia yang “lebih dewasa” ketika melihat sesuatu dengan bijak.
Penilaian akhir, apakah nantinya tetap meletakkan musik metal sebagai perpanjangan tangan satanisme, atau mau menerimanya hanya sebagai ruh musik yang berdiri pada alirannya sendiri, ya terserah pandangan masing-masing orang.
Begini kisahnya…
Satanisme dan perilaku yang tercakup didalamnya,  adalah hal yang selalu dikaitkan dengan musik Black Metal hingga saat ini. Entah siapa yang memulai, namun masyarakat bawah tanah seolah percaya saja tentang pengultusan itu. Seolah terjadi penyeragaman ide, bahwa menjadi musisi Black Metal itu haruslah seseorang yang Anti Tuhan.
Ujung-ujungnya, banyak masyarakat awam mencibir dan menganak-tirikan musik Black Metal hingga seolah tidak layak di dengar dan di kemukakan pada khalayak. Singkatnya, apakah semua musisi Black Metal haruslah manusia yang satanis, atau haruskah semua penganut satanis memainkan musik Black Metal?
Keberadaan Black Metal (sebagai genre) tak lepas dari nama VENOM,
band Heavy Metal yang berdiri di Newcastle Inggris pada awal tahun 80. Awalnya band ini banyak terpengaruh oleh konsep musik band-band macam LED ZEPPELIN, BLACK SABBATH dan DEEP PURPLE.
Seiring perjalanan waktu, merekapun melakukan pendewasaan dalam konsep musiknya melalui penambahan tempo yang lebih cepat, distorsi gitar yang lebih bising dan perubahan pada karakter vokal.
Band yang digawangi Cronos, Mantas dan Abaddon inilah, yang nantinya dipercaya oleh kebanyakan musisi Black Metal maupun musisi Non Metal, sebagai band New Wave Of British Heavy Metal. Melalui album Black Metal yang dirilis pada tahun 1982, mereka diamini sebagai gelombang pertama dari lahirnya genre Black Metal.
Pada saat yang hampir bersamaan, para kampiun Metal di tempat lain juga mulai bermunculan. Sebut saja BATHORY dari Swedia yang memulai debut albumnya di tahun 1984, HELLHAMMER dan CELTIC FROST dari Switzerland, MERCYFUL FATE dari Denmark, SODOM dari Jerman dan banyak lagi.
Kelak bergemanya Black Metal ditandai pula dengan lahirnya band-band Black Metal di Norwegia seperti MAYHEM, BURZUM, DARK THRONE, IMMORTAL dan EMPEROR. Mereka juga kerap disebut sebagai band Black Metal gelombang kedua.
Sejarah panjang Satanisme di wilayah Black Metal Indonesia, tidak terlepas dari catatan pergerakan “Inner Circle” yang dipelopori Oystein Aarseth a.k.a Euronymous (Mayhem) sebagai orang nomor satu, dan Varg Vikernes a.k.a Count Grishnackh (Burzum) sebagai tangan kanannya. Bersama ke 12 anggotanya, termasuk Ihsahn, Samoth dan Faust (Emperor), juga Fenriz (Darkthrone), mereka memimpin komunitas Black Metal Norwegia melalui kelompok “Inner Circle”.
Ide mereka sederhana. Menyatakan perang terhadap Kristenisasi yang terjadi di wilayah Norwegia. Ini karena Kristen, yang notabene merupakan agama mayoritas di Eropa, dinilai berbanding terbalik dengan semangat mereka sebagai anak-anak Odin (Dewa Bangsa Viking). Kristen dianggap sebagai agama yang lemah, sementara mereka sebagai keturunan Viking, adalah bangsa yang menjunjung tinggi kekuatan.
Gagasan mereka kemudian diwujudkan melalui serangkaian aksi anarkis. Diantaranya tindakan pembakaran terhadap belasan gereja kuno yang menjadi simbol kebanggaan Kristen di Norwegia. Aksi tersebut, sontak mendapat kecaman internasional. Maka dari sanalah, mereka mendapat label sebagai penganut “Satanis”.
Kenyataannya, ideologi “Satanisme” yang dikembangkan di genre musik Black Metal di Norwegia, lebih mengacu pada semangat untuk mengembalikan budaya Pagan Kuno, termasuk kebangkitan budaya Viking. Artinya, Satanisme dalam konteks para prajurit logam hitam asal Norwegia ini, TIDAK SAMA dengan paham Satanisme ajaran Anton LaVey melalui “Church of Satan”-nya.
perlu dicatat, mereka (grup band di atas), pada dasarnya menganut paham Satanisme sebagai ideologi dalam bermusik. Tidak salah jika akhirnya muncul stigma sempit bahwa musik Black Metal identik dengan Satanisme, atau perlawanan terhadap kepercayaan tertentu.
Mari bergeser ke Swedia. Di Negara ini, tidak sedikit grup band terinspirasi scenes di Norwegia macam MARDUK, DISSECTION, DARK FUNERAL, LORD BELIAL, NIFELHEIM dan ABRUPTUM yang memiliki kharakter dan konsep bermusik yang sedikit berbeda satu sama lain. Tak jauh berbeda kondisinya di Finlandia, banyak bermunculan pula band-band yang mengusung Black Metal seperti BEHERIT dan IMPALED NAZARENE.
Jika diperhatikan, para musisi dari negara-negara yang berlainan tersebut memiliki ideologi berbeda satu sama lain. Kecuali Mayhem dan Marduk yang menancapkan satanisme sebagai ideologi bermusik, ternyata banyak group band Black Metal yang tidak melulu berkutat di satanisme.
Ideologi Nihilisme, Paganisme, Nasional Sosialis dan pemujaan terhadap dewa-dewa ala bangsa Viking juga mewarnai kancah musik Black Metal sepanjang perjalanannya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor referensi yang cukup kuat yang membuktikan bahwa Tidak Semua Musisi Black Metal menganut paham maupun gaya hidup Satanisme ataupun sebaliknya.
Sampai di sini, dapat kita tarik sebuah kesimpulan awal, bahwa sebenarnya genre adalah satu hal yang terpisah dari ideologi. Artinya, konsep musik sebuah band itu tidak mesti sama dengan konsep yang dipunyai band lain.
Sederhananya, Satanisme dan Black Metal adalah satu kesatuan terpisah yang berdiri sendiri-sendiri. Musisi Black Metal tidak secara keseluruhan mengusung konsep satanisme seperti yang acap kali kita dengar dalam pembicaraan masyarakat umum di warung-warung kopi, toserba, restoran, kios majalah, yang menganggap bahwa Black Metal adalah musik sesat, asal bunyi, tak layak dengar dan setumpuk cibiran bahkan cacian dan hujatan keras lainnya terhadap musik ini.
Ambil contoh band yang mengusung konsep Pagan Black Metal. Bisa dikatakan bahwa band tersebut adalah orang-orang penganut Paganisme yang memainkan musik Black Metal, atau bisa juga dikatakan sebagai musisi Black Metal yang membawakan ideologi Paganisme. Sangat jelas bukan, bahwa tidak ada kaitan dengan Satanisme sama sekali di sini.
Di lain pihak, apa pernah ada yang bisa membuktikan para penganut paham satanis macam Ku-Klux-Klan maupun sekte-sekte sesat lainnya, adalah penggemar musik Black Metal, ataupun sebaliknya?
Black Metal di Indonesia
Khusus di Indonesia, tahun 1995 menjadi cikal bakal berkembangnya Black Metal, yang dipioniri MAKAM, RITUAL ORCHESTRA, DRY dan HELLGODS. Patut diingat, mereka masih eksis dalam karya dan jalurnya hingga saat ini.
Berkembangnya Black Metal sempat dibumbui dengan hal-hal ‘lucu’ dan kontroversial yang membuat musik Black Metal malah di vonis sebagai musik sesat. Misal, penyembelihan kelinci diatas panggung, pembakaran dupa dan kemenyan, dan hal-hal lain yang cukup mengundang sensasi juga membuat bulu kuduk bergidik.
Djiva Ratriarkha dan Julius Kamadathu dari band MAKAM pernah mengomentari hal ini dan menyikapinya dengan sangat bijak. Menurut mereka, dupa, kemenyan, setanggi dan ratus plus make up horor memang fenomenal dalam sejarah Black Metal di tanah air.
Ini baik, jika memang euforia hingar-bingar penampilan itu dilanjutkan dalam pola pikir dan attitude para pelakunya untuk mau belajar dan memahami philosofi tentang menjadi seorang Pribadi Black Metal.
Kesepakatan senada tentang fenomena itu juga datang dari Throne ‘RITUAL ORCHESTRA’, Lord Morgan ‘DRY’, Vaar Mossath ‘IMMORTAL RITES’, juga Van Dark ‘THIRSTY BLOOD’. Mereka meyakini bahwa adanya ritual itu tidak selalu berkaitan dengan apa yang ingin disampaikan dalam musik Black Metal.
Sudah saatnya, para penggiat Black Metal membekali diri dengan kematangan konsep dan keluasan wawasan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam menyampaikan visi dan misinya.
Proses pembelajaran dan pendewasaan dalam konteks Black Metal sangat perlu dilakukan dengan berkesinambungan, sehingga nantinya akan mengikis pemikiran tidak penting yang menempel lekat dibalik jubah besar Black Metal. (oleh: Yeyen – Autumn Reaper -> diterjemahkan; Sandipras)

[ sumber : http://dapurletter.com ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar