http://www.apakabardunia.com/2011/07/sejarah-perkembangan-setanisme-pemuja.html . Bila kita membaca ulang, di situ tertulis beberapa grup musik dan
juga lagu-lagu yang mengarah kepada pemujaan setan.
Metal, atau yang lebih spesifik, Black Metal, digadai-gadai jadi
genre musik yang secara gamblang merupakan bukti penganut satanisme.
Nah, kebetulan salah seorang rekan jurnalis yang menyelami
seluk-beluk musik Black Metal serta pergerakan musisi “Bawah Tanah”
dunia dan Indonesia (khususnya) memberi pemahaman yang lebih jelas soal
musik tersebut.
Saya ingin membagikan tulisan Autumn Reaper atau Grimscorpse kepada
teman-teman semua untuk membuka wawasan dan berharap, kita bisa
memandang lebih jernih segala permasalahan.
Setiap subyek di dunia ini selalu punya dua sisi, hitam dan putih.
Tentunya kita bisa menjadi manusia yang “lebih dewasa” ketika melihat
sesuatu dengan bijak.
Penilaian akhir, apakah nantinya tetap meletakkan musik metal sebagai
perpanjangan tangan satanisme, atau mau menerimanya hanya sebagai ruh
musik yang berdiri pada alirannya sendiri, ya terserah pandangan
masing-masing orang.
Satanisme dan perilaku yang tercakup didalamnya, adalah hal yang
selalu dikaitkan dengan musik Black Metal hingga saat ini. Entah siapa
yang memulai, namun masyarakat bawah tanah seolah percaya saja tentang
pengultusan itu. Seolah terjadi penyeragaman ide, bahwa menjadi musisi
Black Metal itu haruslah seseorang yang Anti Tuhan.
Ujung-ujungnya, banyak masyarakat awam mencibir dan menganak-tirikan
musik Black Metal hingga seolah tidak layak di dengar dan di kemukakan
pada khalayak. Singkatnya, apakah semua musisi Black Metal haruslah
manusia yang satanis, atau haruskah semua penganut satanis memainkan
musik Black Metal?
Keberadaan Black Metal (sebagai genre) tak lepas dari nama VENOM,
band Heavy Metal yang berdiri di Newcastle Inggris pada awal tahun 80.
Awalnya band ini banyak terpengaruh oleh konsep musik band-band macam
LED ZEPPELIN, BLACK SABBATH dan DEEP PURPLE.
Seiring perjalanan waktu, merekapun melakukan pendewasaan dalam
konsep musiknya melalui penambahan tempo yang lebih cepat, distorsi
gitar yang lebih bising dan perubahan pada karakter vokal.
Band yang digawangi Cronos, Mantas dan Abaddon inilah, yang nantinya
dipercaya oleh kebanyakan musisi Black Metal maupun musisi Non Metal,
sebagai band New Wave Of British Heavy Metal. Melalui album Black Metal
yang dirilis pada tahun 1982, mereka diamini sebagai gelombang pertama
dari lahirnya genre Black Metal.
Pada saat yang hampir bersamaan, para kampiun Metal di tempat lain
juga mulai bermunculan. Sebut saja BATHORY dari Swedia yang memulai
debut albumnya di tahun 1984, HELLHAMMER dan CELTIC FROST dari
Switzerland, MERCYFUL FATE dari Denmark, SODOM dari Jerman dan banyak
lagi.
Kelak bergemanya Black Metal ditandai pula dengan lahirnya band-band
Black Metal di Norwegia seperti MAYHEM, BURZUM, DARK THRONE, IMMORTAL
dan EMPEROR. Mereka juga kerap disebut sebagai band Black Metal
gelombang kedua.
Sejarah panjang Satanisme di wilayah Black Metal Indonesia, tidak
terlepas dari catatan pergerakan “Inner Circle” yang dipelopori Oystein
Aarseth a.k.a Euronymous (Mayhem) sebagai orang nomor satu, dan Varg
Vikernes a.k.a Count Grishnackh (Burzum) sebagai tangan kanannya.
Bersama ke 12 anggotanya, termasuk Ihsahn, Samoth dan Faust (Emperor),
juga Fenriz (Darkthrone), mereka memimpin komunitas Black Metal Norwegia
melalui kelompok “Inner Circle”.
Ide mereka sederhana. Menyatakan perang terhadap Kristenisasi yang
terjadi di wilayah Norwegia. Ini karena Kristen, yang notabene merupakan
agama mayoritas di Eropa, dinilai berbanding terbalik dengan semangat
mereka sebagai anak-anak Odin (Dewa Bangsa Viking). Kristen dianggap
sebagai agama yang lemah, sementara mereka sebagai keturunan Viking,
adalah bangsa yang menjunjung tinggi kekuatan.
Gagasan mereka kemudian diwujudkan melalui serangkaian aksi anarkis.
Diantaranya tindakan pembakaran terhadap belasan gereja kuno yang
menjadi simbol kebanggaan Kristen di Norwegia. Aksi tersebut, sontak
mendapat kecaman internasional. Maka dari sanalah, mereka mendapat label
sebagai penganut “Satanis”.
Kenyataannya, ideologi “Satanisme” yang dikembangkan di genre musik
Black Metal di Norwegia, lebih mengacu pada semangat untuk mengembalikan
budaya Pagan Kuno, termasuk kebangkitan budaya Viking. Artinya,
Satanisme dalam konteks para prajurit logam hitam asal Norwegia ini,
TIDAK SAMA dengan paham Satanisme ajaran Anton LaVey melalui “Church of
Satan”-nya.
perlu dicatat, mereka (grup band di atas), pada dasarnya menganut
paham Satanisme sebagai ideologi dalam bermusik. Tidak salah jika
akhirnya muncul stigma sempit bahwa musik Black Metal identik dengan
Satanisme, atau perlawanan terhadap kepercayaan tertentu.
Mari bergeser ke Swedia. Di Negara ini, tidak sedikit grup band
terinspirasi scenes di Norwegia macam MARDUK, DISSECTION, DARK FUNERAL,
LORD BELIAL, NIFELHEIM dan ABRUPTUM yang memiliki kharakter dan konsep
bermusik yang sedikit berbeda satu sama lain. Tak jauh berbeda
kondisinya di Finlandia, banyak bermunculan pula band-band yang
mengusung Black Metal seperti BEHERIT dan IMPALED NAZARENE.
Jika diperhatikan, para musisi dari negara-negara yang berlainan
tersebut memiliki ideologi berbeda satu sama lain. Kecuali Mayhem dan
Marduk yang menancapkan satanisme sebagai ideologi bermusik, ternyata
banyak group band Black Metal yang tidak melulu berkutat di satanisme.
Ideologi Nihilisme, Paganisme, Nasional Sosialis dan pemujaan
terhadap dewa-dewa ala bangsa Viking juga mewarnai kancah musik Black
Metal sepanjang perjalanannya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
referensi yang cukup kuat yang membuktikan bahwa Tidak Semua Musisi
Black Metal menganut paham maupun gaya hidup Satanisme ataupun
sebaliknya.
Sampai di sini, dapat kita tarik sebuah kesimpulan awal, bahwa
sebenarnya genre adalah satu hal yang terpisah dari ideologi. Artinya,
konsep musik sebuah band itu tidak mesti sama dengan konsep yang
dipunyai band lain.
Sederhananya, Satanisme dan Black Metal adalah satu kesatuan terpisah
yang berdiri sendiri-sendiri. Musisi Black Metal tidak secara
keseluruhan mengusung konsep satanisme seperti yang acap kali kita
dengar dalam pembicaraan masyarakat umum di warung-warung kopi, toserba,
restoran, kios majalah, yang menganggap bahwa Black Metal adalah musik
sesat, asal bunyi, tak layak dengar dan setumpuk cibiran bahkan cacian
dan hujatan keras lainnya terhadap musik ini.
Ambil contoh band yang mengusung konsep Pagan Black Metal. Bisa
dikatakan bahwa band tersebut adalah orang-orang penganut Paganisme yang
memainkan musik Black Metal, atau bisa juga dikatakan sebagai musisi
Black Metal yang membawakan ideologi Paganisme. Sangat jelas bukan,
bahwa tidak ada kaitan dengan Satanisme sama sekali di sini.
Di lain pihak, apa pernah ada yang bisa membuktikan para penganut
paham satanis macam Ku-Klux-Klan maupun sekte-sekte sesat lainnya,
adalah penggemar musik Black Metal, ataupun sebaliknya?
Black Metal di Indonesia
Khusus di Indonesia, tahun 1995 menjadi cikal bakal berkembangnya
Black Metal, yang dipioniri MAKAM, RITUAL ORCHESTRA, DRY dan HELLGODS.
Patut diingat, mereka masih eksis dalam karya dan jalurnya hingga saat
ini.
Berkembangnya Black Metal sempat dibumbui dengan hal-hal ‘lucu’ dan
kontroversial yang membuat musik Black Metal malah di vonis sebagai
musik sesat. Misal, penyembelihan kelinci diatas panggung, pembakaran
dupa dan kemenyan, dan hal-hal lain yang cukup mengundang sensasi juga
membuat bulu kuduk bergidik.
Djiva Ratriarkha dan Julius Kamadathu dari band MAKAM pernah
mengomentari hal ini dan menyikapinya dengan sangat bijak. Menurut
mereka, dupa, kemenyan, setanggi dan ratus plus make up horor memang
fenomenal dalam sejarah Black Metal di tanah air.
Ini baik, jika memang euforia hingar-bingar penampilan itu
dilanjutkan dalam pola pikir dan attitude para pelakunya untuk mau
belajar dan memahami philosofi tentang menjadi seorang Pribadi Black
Metal.
Kesepakatan senada tentang fenomena itu juga datang dari Throne
‘RITUAL ORCHESTRA’, Lord Morgan ‘DRY’, Vaar Mossath ‘IMMORTAL RITES’,
juga Van Dark ‘THIRSTY BLOOD’. Mereka meyakini bahwa adanya ritual itu
tidak selalu berkaitan dengan apa yang ingin disampaikan dalam musik
Black Metal.
Sudah saatnya, para penggiat Black Metal membekali diri dengan
kematangan konsep dan keluasan wawasan sebagai bentuk pertanggungjawaban
dalam menyampaikan visi dan misinya.
Proses pembelajaran dan pendewasaan dalam konteks Black Metal sangat
perlu dilakukan dengan berkesinambungan, sehingga nantinya akan
mengikis pemikiran tidak penting yang menempel lekat dibalik jubah
besar Black Metal. (oleh: Yeyen – Autumn Reaper -> diterjemahkan; Sandipras)
[ sumber : http://dapurletter.com ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar